Seketika.com, Jakarta – Mengirim karangan bunga duka cita kini menjadi salah satu tradisi umum masyarakat modern ketika ada kematian dalam keluarga, sahabat, atau rekan kerja. Biasanya, karangan bunga belasungkawa diletakkan di depan rumah duka atau area pemakaman, meskipun pengirimnya tidak selalu hadir secara langsung karena kesibukan masing-masing.
Menurut para ahli fiqh, mengirim karangan bunga duka cita tetap dapat dikategorikan sebagai takziah.
Penjelasan para ulama, karangan bunga biasanya memuat ungkapan belasungkawa yang memberikan penghiburan, doa, dan penguatan bagi keluarga yang berduka.
Sebelum membahas lebih lanjut, penting untuk memahami makna takziah itu sendiri.
Dalam kitab Tuhfatul Muhtaj, Syekh Sulaiman Al-Bujairimi menjelaskan bahwa secara bahasa, takziah berasal dari kata at-tasliyah, yang berarti menghibur atau menenangkan seseorang dari kesedihan.
Secara syariat, takziah memiliki makna lebih mendalam.
Tindakan ini mencakup mengajak orang yang tertimpa musibah untuk bersabar, mendoakan agar mayit diampuni, mengingatkan tentang dosa karena meratapi, serta mendoakan orang yang terkena musibah agar diganti dengan kebaikan.
Syekh Al-Bujairimi menjelaskan, Inti dari takziah adalah memberikan hiburan, doa, dan arahan agar keluarga yang berduka tetap sabar.
Takziah bisa dilakukan melalui tatap muka, tulisan, surat, atau media lainnya, termasuk karangan bunga duka cita.
وَتَحْصُلُ التَّعْزِيَةُ بِالْمُكَاتَبَاتِ وَالْمُرَاسِلَاتِ
Artinya: “Dan takziah dapat dilakukan melalui tulisan dan surat-menyurat.” (Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, Tuhfatul Muhtaj [Beirut, Darul Fikr: 2006], juz II, h. 306)
Dengan demikian, bagi masyarakat modern yang sering sibuk dan tidak dapat hadir langsung ke pemakaman, mengirim karangan bunga belasungkawa merupakan cara sah dan dianjurkan untuk mengekspresikan takziah, sekaligus memberikan dukungan emosional kepada keluarga yang ditinggalkan.









