Regulasi ini mewajibkan setiap penyelenggara sistem elektronik (PSE), termasuk pengembang dan penerbit gim, untuk menerapkan klasifikasi usia secara ketat dan bertanggung jawab.
“Kami tidak melarang gim, tetapi kami menunda akses konten kepada pengguna yang belum cukup usia. Ini bukan soal sensor, tapi soal tanggung jawab bersama dalam menciptakan ruang digital yang aman dan sehat,” tambahnya.
Meutya mencontohkan bahwa gim dengan tingkat kekerasan atau adiktivitas tinggi hanya dapat diakses oleh pengguna berusia minimal 16 tahun dengan pendampingan orang tua, dan secara mandiri setelah usia 18 tahun.
Ia juga menyoroti pentingnya penerapan sistem rating konten nasional melalui Indonesia Game Rating System (IGRS).
“IGRS bukan hanya alat bantu untuk orang tua, tapi juga pelindung bagi industri. Dengan menerapkan klasifikasi usia secara jujur, pengembang dan penerbit bisa menghindari risiko pelanggaran hukum,” jelas Meutya.