Dana tersebut digunakan antara lain untuk pembayaran gaji pegawai, kontrak pembangunan infrastruktur seperti jalan, irigasi, bangunan sekolah, dan rumah sakit, termasuk pembayaran untuk pegawai non-ASN.
“Setiap hari ada transaksi keluar dan masuk. Uang keluar digunakan untuk membayar listrik, air, dan berbagai belanja publik lainnya. Jadi tidak ada dana Pemprov Jabar yang mengendap,” jelasnya.
Dedi mengungkapkan bahwa hingga 31 Desember 2025, total kebutuhan pembiayaan daerah mencapai Rp10,5 triliun.
Kekurangan anggaran tersebut akan ditutup melalui transfer pemerintah pusat, Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta pendapatan sah lainnya sesuai ketentuan perundang-undangan.
Gubernur Dedi Mulyadi berharap klarifikasi ini dapat menghentikan isu dan kecurigaan publik yang menuding Pemprov Jabar menempatkan uang daerah dalam bentuk deposito untuk mencari keuntungan pribadi.












