Menurut Herman, TPSA yang akan dikembangkan dengan teknologi RDF perlu mencontoh model TPSA Cimenteng di Kabupaten Sukabumi, yang telah sukses mengoperasikan fasilitas RDF bekerja sama dengan offtaker, yakni PT Semen Jawa.
“Kuncinya adalah kerja sama dengan offtaker. TPSA Cimenteng bisa berhasil karena dikelola langsung oleh PT Semen Jawa sebagai offtaker. Ini model yang akan kami replikasi di daerah lain,” jelas Herman.
Selain manfaat lingkungan, RDF juga memiliki nilai ekonomi yang menjanjikan. Biaya produksi RDF di TPSA Cimenteng hanya sekitar Rp200 ribu per ton, sementara offtaker bersedia membelinya seharga Rp300 ribu per ton.
“Artinya ada margin sekitar Rp100 ribu per ton. Ini menunjukkan bahwa pengolahan sampah dengan teknologi RDF tidak hanya ramah lingkungan, tapi juga secara ekonomi menguntungkan,” tambah Herman.
Selain 18 TPSA kabupaten/kota, Pemprov Jabar juga berencana menerapkan teknologi RDF di Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Sarimukti di Kabupaten Bandung Barat.
“Tanggung jawab kami adalah mendorong replikasi RDF, termasuk di TPPAS yang dikelola provinsi seperti Sarimukti,” pungkas Herman.
(jabarprov)