“Kita harapkan secepat mungkin data [penerima bantuan] ini, tentu datanya tidak harus menunggu lengkap, bergelombang karena kan nanti ada lagi yang mungkin belum terdata. Yang penting punya data dulu utama, baseline, dan segera diserahkan kepada BNPB dan Kementerian Sosial. BNPB langsung akan membayarkan,” ujar Tito.
Mendagri menekankan bahwa tantangan utama saat ini adalah percepatan dan keakuratan data penerima bantuan.
Data yang digunakan harus berbasis by name by address dan disusun oleh pemerintah daerah setempat.
“Kita harapkan kalau sudah didapat data yang rusak ringan dan rusak sedang, kami hitung lebih kurang 106.370 rumah. Ini lebih kurang dua per tiga dari jumlah yang rusak. Artinya kalau ini diberikan segera, maka mereka kembali sambil sudah bantu dibersihkan, kembali diisi oleh Menteri Sosial, uang lauk pauknya lewat Menteri Sosial, itu bisa mengurangi pengungsi,” ungkap Tito.
Sebagai langkah penyesuaian kebijakan, Tito menyampaikan juga bahwa Kementerian Dalam Negeri telah menerbitkan surat edaran kepada tiga provinsi serta 52 kabupaten/kota terdampak, beserta pimpinan DPRD setempat, sebagai payung hukum untuk melakukan perubahan APBD.
Langkah ini dinilai penting karena kondisi pascabencana membuat APBD yang disusun sebelum bencana tidak lagi relevan.
“Untuk itu APBD yang dibuat sebelum bencana, itu sudah tidak relevan. Kami memberikan surat edaran sebagai payung hukum untuk rekan-rekan Kepala Daerah tersebut, 52 plus 3 provinsi, dan juga pimpinan DPR masing-masing untuk melakukan APBD perubahan, menyesuaikan dengan kondisi yang baru,” pungkas Tito
(BPMI Setpres)












