“Penggunaan dan pertanggungjawaban uang muka harus dilakukan secara bersama oleh Kementerian Agama dan BPH, dengan mekanisme yang transparan, akuntabel, dan sesuai prinsip syariah serta tata kelola keuangan negara,” pungkas Marwan.
Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menyatakan bahwa pembayaran uang muka BPIH 1447 H/2026 M sangat mendesak untuk menjamin lokasi strategis bagi jemaah Indonesia di Armuzna.
“Indonesia adalah pengirim jemaah terbesar di dunia. Jika kita terlambat membayar, jemaah bisa ditempatkan di lokasi yang sempit, jauh dari fasilitas utama,” tegas Menag.
Ia menambahkan bahwa keterlambatan pembayaran bisa berdampak buruk pada reputasi diplomatik Indonesia.
“Sebagai negara pengirim jemaah haji terbesar, keterlambatan pembayaran dapat menimbulkan persepsi negatif dari Pemerintah Arab Saudi maupun negara lain,” jelasnya.
Menteri Nasaruddin menegaskan bahwa perhitungan dilakukan secara hati-hati, berdasarkan rerata biaya tahun sebelumnya, tanpa membebani anggaran secara berlebihan.
“Kami tidak membebani anggaran berlebihan, tetapi memastikan ada kepastian dana untuk kebutuhan paling mendesak,” tutupnya.
(kemenag)