Keberhasilan tersebut, menurut Muhaimin, menempatkan Indonesia sebagai salah satu contoh global dalam penerapan Universal Health Coverage berbasis gotong royong dan solidaritas sosial yang berkelanjutan.
Meski demikian, Muhaimin mengingatkan bahwa tantangan UHC JKN ke depan tidak hanya berfokus pada perluasan cakupan, tetapi juga pada kualitas layanan dan keaktifan peserta.
Saat ini, tercatat sekitar 20,38 persen peserta JKN tidak aktif membayar iuran, yang berpotensi mengganggu keberlanjutan sistem.
Selain itu, masih terdapat berbagai persoalan struktural, mulai dari ketimpangan akses layanan kesehatan di wilayah kepulauan, terpencil, dan perbatasan, kualitas pelayanan yang belum merata terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah, hingga rendahnya literasi kesehatan yang menyebabkan keterlambatan pemeriksaan.
Masalah gizi buruk dan stunting juga disebut sebagai indikator kemiskinan multidimensi yang masih perlu ditangani secara serius.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Muhaimin menekankan pentingnya inovasi digital kesehatan, pemanfaatan telemedicine, integrasi data layanan kesehatan, serta peningkatan fasilitas dan mutu pelayanan.
“UHC harus bersifat universal sekaligus berkualitas, agar manfaatnya benar-benar dirasakan seluruh lapisan masyarakat,” tegasnya.
Ia menutup pernyataannya dengan ajakan memperkuat kolaborasi lintas sektor antara pemerintah pusat, daerah, swasta, dan masyarakat.
“Kesehatan harus diposisikan sebagai investasi bangsa, bukan beban. Masyarakat yang sehat adalah fondasi utama menuju Indonesia yang maju dan berdaya saing,” pungkas Muhaimin.
(Menko PM/Infopublik)












