Hampir seluruh satuan pendidikan memiliki tenaga administratif dengan beban kerja yang tidak kalah berat dari guru.
“Mereka menyiapkan kelas, absensi, alat tulis, alat peraga, hingga sarana olahraga. Urusan dana BOS sebagian besar berada di tangan mereka, mulai dari inventarisasi, pengadaan, perawatan, hingga penyusunan laporan pertanggungjawaban. Jika terjadi kesalahan, mereka yang pertama kali diperiksa,” jelas Saleh.
Tak hanya itu, tenaga administratif juga kerap menjadi garda terdepan dalam mengelola pembayaran SPP siswa, yang sangat menentukan kelancaran operasional sekolah.
“Kalau SPP tidak lancar, otomatis semua aktivitas sekolah terganggu. Mau tidak mau, mereka harus sabar menjalani semuanya,” imbuhnya.
Berbeda dengan guru yang masih memiliki peluang memperoleh tunjangan sertifikasi dan berbagai honor tambahan, tenaga administratif pendidikan nyaris tidak pernah tersentuh skema peningkatan kesejahteraan serupa.
“Tenaga administratif pendidikan tidak pernah menerima tunjangan sertifikasi. Bahkan, dalam setiap pembahasan kesejahteraan guru, mereka seolah sengaja ditinggalkan. Padahal mereka juga harus membiayai kebutuhan keluarganya yang tidak kalah berat,” tegas Saleh.
Kondisi ini membuat sebagian tenaga administratif di daerah nekat mengajukan tunjangan sertifikasi meski tidak sesuai aturan, menempatkan sekolah dalam dilema antara menegakkan aturan atau mempertahankan peran penting tenaga administratif.












