Ia mencontohkan putusan uji formil Undang-Undang Cipta Kerja. Dalam putusan tersebut, MK memerintahkan perbaikan proses pembentukan undang-undang.
Namun, pemerintah dan DPR hanya merevisi UU 12/2011 dengan memasukkan metode omnibus, tanpa memenuhi substansi perintah perbaikan.
“Ketidakpatuhan itu menjadi ironi. Padahal putusan MK bersifat final and binding, terakhir dan mengikat,” ujarnya menegaskan.
Merespons persoalan tersebut, Prof Susi merujuk konstitusi Afrika Selatan yang secara eksplisit memuat norma bahwa putusan pengadilan wajib dipatuhi oleh semua pihak.
Menurutnya, Indonesia dapat mempertimbangkan langkah serupa untuk memperkuat kedudukan putusan MK dan mencegah meluasnya pembangkangan.
(Infopublik)












