“Tidak hanya Kementerian ATR/BPN yang bisa memikirkan, tapi harus ada sinergi dengan pemerintah daerah dan instansi terkait,” katanya.
Kolaborasi tersebut menjadi kunci keberhasilan, sebab tata kelola pertanahan melibatkan banyak pihak, mulai dari pusat hingga desa.
Dengan akses peta yang terbuka, pemerintah daerah dapat memanfaatkan data untuk perencanaan pembangunan, sementara masyarakat bisa menggunakannya sebagai rujukan legalitas tanah.
Fitur Bhumi juga memberi manfaat bagi pelaku usaha, notaris, akademisi, maupun peneliti. Semua pihak kini memiliki dasar yang sama dalam melihat peta pertanahan Indonesia.
Di balik semua itu, aplikasi Bhumi merupakan wujud nyata dari Asta Cita pemerintah, khususnya cita kedua: “Mewujudkan masyarakat yang berkeadilan, inklusif, dan harmonis”, serta cita keenam: “Membangun sistem pemerintahan yang terpercaya, efektif, dan transparan”.
Dengan menyediakan akses terbuka, ATR/BPN tidak hanya menegaskan komitmen transparansi, tetapi juga mendukung visi Indonesia Emas 2045 yang menekankan pengelolaan data publik berbasis teknologi.